Pogalan, Magelang, (23-07-2024), Pada Selasa, 25 Juli 2024 yang lalu, Mahasiswa TIM II KKN Undip 2024 telah mengadakan edukasi mengenai pencegahan perundungan atau bullying bersama siswa kelas 7 SMPN 5 Satu atap. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak khususnya di lingkungan sekolah. Materi yang disampaikan pada kegiatan ini diantaranya tentang pengenalan aturan mengenai perundungan pada anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, faktor penyebab perundungan di sekolah, dampak perundungan, pembagian tugas dalam perundungan dan upaya pencegahan perundungan.
Program edukasi Perundungan di sekolah dilaksanakan oleh Nadia Aulia Zahrani selaku mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang merupakan salah satu program kerja monodisiplin dari Kuliah Kerja Nyata (KKN). Program kerja ini dilaksanakan atas dasar data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang merilis data kasus bullying atau perundungan di sekolah tahun 2023. Sejak Januari hingga September, tercatat ada 23 kasus bullying.
Dari 23 kasus tersebut, 50% terjadi di jenjang SMP, 23% di jenjang SD, 13,5% di jenjang SMA, dan 13,5% di jenjang SMK. Kasus paling banyak terjadi di jenjang SMP dan dilakukan oleh sesame siswa maupun dari pendidik.
berangkat dari data tersebutlah diinisiasikannya program pencegahan perundungan di sekolah SMPN 5 Satu Atap Pakis.
Perundungan atau bullying, di definisikan sebagai tindakan menggertak atau mengganggu. Sementara school bullying atau perundungan di sekolah adalah perilaku agresif terhadap siswa secara berulang-ulang oleh seseorang atau kelompok siswa yang memiliki relasi kuasa lebih tinggi, dengan tujuan untuk menyakiti siswa yang lebih lemah. Perundungan terbagi menjadi beberapa kategori seperti Perundungan Fisik (cont: Memukul, menendang, mencekik, dll), Perundungan Verbal (cont: merendahkan, menggunjing, dll), Perundungan non-verbal (cont: menatap sinis, mengucilkan, dll), Perundungan elektronik (cont: Mengirim pesan-pesan yang kasar, mengancam atau merendahkan seseorang melalui media sosial atau pesan teks, dll), dan Pelecehan seksual (cont: sentuhan yang tidak pantas, pemaksaan untuk melakukan aktivitas seksual,dll).
Faktor yang menjadi pendorong terjadinya perundungan di sekolah terbagi menjadi dua yaitu faktor internal (dendam, terhina, tertekan, dsb) dan faktor eksternal. Adapun faktor eksternal penyebab bullying, mencakup lingkungan keluarga, lingkungan sekitar rumah, lingkungan sekolah, pengaruh tayangan televisi, dan media cetak. Adapun dalam pelaksanaanya terdapat pembagian peran dalam suatu tindakan perundungan, diantaranya yaitu Bully adalah siswa yang berinisiatif dan aktif terlibat perilaku bullying. Selanjutnya Asisten bully merupakan orang yang turut terlibat bullying, meski hanya membantu atau menuruti perintah bully. Rinfocer adalah pihak-pihak di sekitar kejadian bullying yang ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprovokasi bully, dan mengajak siswa lain untuk menonton peristiwa tersebut. Serta Defender merupakan orang yang berusaha membela dan membantu korban, meski akhirnya turut menjadi korban juga.
Dengan adanya Tindakan bullying yang dilakukan di lingkungan sekolah tentu memberikan dampak negatif bagi korban, berikut diantaranya adalah korban akan sulit membangun hubungan antar personal, Susah berkonsentrasi, Takut datang ke sekolah, Kesehatan fisik terganggu, Gangguan psikologis, bahkan hingga menimbulkan kematian.
Secara hukum Tindakan perundungan pada anak telah diatur dalam pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014, yang berbunyi “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.” Dan bagi pelaku perundungan pada anak dapat dipidana dengan dasar hukum Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014, yang berbunyi;
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C UU 35/2014, dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
(2) Apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
(3) Apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
Lalu dalam kegiatan ini juga dijelaskan bagaimana upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah Tindakan bullying di sekolah, diantaranya yaitu dengan memberikan Pemahaman agama dan komunikasi, melakukan pengembangan kecerdasan emosional anak, memberikan penyadaran kepada anak sebagai makhluk sosial, membuat kebijakan tegas dan strategis di sekolah, dan membuat program anti bullying. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan adanya upaya sinergis dari lembaga pendidikan, masyarakat sipil, pemerintah dan individu. Dengan lingkungan Pendidikan yang sehat, aturan hukum yang tegas, dan partisipasi aktif masyarakat, kita dapat bergerak untuk menciptakan ruang aman bagi siswa tanpa perundungan.